Rabu, 22 Januari 2014

Skema Lampu Kedip 200 Watt 220 VAC Yang Dapat Disetel



Terlampir di bawah adalah skema untuk saklar lampu kedip yang dapat disetel frekuensi kedipannya. Saklar atau switch yang digunakan adalah SCR (Silicon Controlled Rectifier). Saklar lampu kedip sering juga disebut sebagai flasher.

Rangkaian switch lampu kedip ini dapat digunakan untuk menghidupkan dan mematikan lampu atau cahaya berkelap-kelip yang diaplikasikan sebagai pencahayaan atau dekorasi untuk pesta, hiburan, tampilan toko, perayaan, Natal, Tahun Baru, dll.

Perhatian: seluruh rangkaian terhubung langsung dengan tegangan tinggi 220 VAC, jangan menyentuh rangkaian saat terhubung dengan tegangan tinggi.

Rangkaian ini hanya mempunyai dua kabel, kabel pertama tersambung pada lampu (B), kabel lainya tersambung pada jaringan listrik 220 VAC melalui sekring (F). Desainnya sederhana tapi sangat effektif. Arus bertegangan tinggi akan mengalir melalui lampu (B), melewati rangkaian, dan keluar lewat sekring (F). Rangkaian disuplai langsung oleh tegangan 220 VAC. Lampu dan sekring membantu memproteksi rangkaian dari arus besar bertegangan tinggi.

Video tentang test rangkaian ini dapat dilihat di artikel "Saklar Lampu Kedip 200 Watt Yang Dapat Disetel"



Komponen-komponen elektronik yang digunakan adalah:

B = bulb, lampu pijar 220 V dengan daya maximal 200 watt. Daya lampu dibatasi oleh kemampuan SCR dan dioda mengalirkan arus. Bisa terdiri dari beberapa buah lampu yang disambung paralel. Misal 40 buah lampu pijar 5 watt yang disambung paralel, untuk dipasang pada gerbang jalan.

R = resistor, tahanan senilai 56 kiloohm berdaya 1 watt, berfungsi mensuplai arus kepada rangkaian.

P = potensiometer, sebesar 5 kiloohm berdaya 1 watt, dapat disetel untuk mengatur frekuensi kedipan. Potensiometer ini harus terisolasi dengan baik, karena akan disetel saat rangkaian tersambung jaringan tegangan tinggi. Jika menggunakan potensiometer kualitas rendah dan tidak bagus isolasinya, dapat menyebab orang yang menyetel kedipan lampu tersengat listrik tegangan tinggi.

D = Dc = dioda, 1N4007, mampu mengalirkan arus 1 ampere dengan tegangan mencapai 1000 volt. Jika perlu menambah daya lampu pijar, misal menjadi 400 watt, maka dioda Dc pada output (katoda) SCR harus diperbesar arusnya, dengan mengganti dengan dioda yang lebih besar atau 2 buah dioda 1N4007 disambung paralel. Dioda pada katoda ini berfungsi memastikan hanya arus searah yang melewati kondensor (C), juga melindungi SCR dari tegangan balik yang tinggi. Sedangkan dioda yang menghubungkan potensiometer (P) dengan anoda SCR berfungsi mencegah tegangan tinggi masuk ke kondensor (C), tapi dapat dilewati arus pengosongan dari kondensor (C) agar lampu pijar (B) dapat mati setelah menyala.

Dz1 = dioda zener 16 volt 1 watt, membatasi tegangan suplai ke kondensor (C).

C = condenser atau kondensor, senilai 220 mikrofarad 25 volt, kondensor ini menentukan frekuensi kedipan. Karena tegangan yang disuplai kepada kondensor mencapai 16 volt, maka kondensor dengan spesifikasi tegangan maximal 25 volt sudah cukup memadai.

Dz2 = dioda zener 6 volt 1 watt, menentukan nilai minimal tegangan kondensor agar dapat memicu trigger SCR, sehingga SCR akan menyambung dan lampu pijar menyala. Jika tegangan pada kondensor kurang dari 6 volt, maka SCR akan memutus dan lampu pijar mati.

SCR = Silicon Controlled Rectifier atau Thyristor, dengan nomor kode CV12C, suatu dioda yang hanya akan tersambung anoda dengan katodanya jika ada tegangan picu pada gerbang (gate), atau dengan kata lain sebagai saklar (switch). SCR ini mampu mengalirkan arus maximal 2 ampere,  tapi agar aman sebaiknya tidak melebihi 1 ampere dengan tidak memasang lampu pijar (B) lebih besar dari 200 watt, unduh lembar data CV12C disini. Bisa juga menggunakan SCR nomor kode 2P4M, lembar datanya dapat diunduh di sini.

Untuk daya lampu (B) sampai sebesar 200 watt, SCR tidak membutuhkan keping pendingin (heatsink) tambahan. Untuk memastikan, periksa temperatur SCR setelah 1 menit berkedip. Jangan sentuh SCR, kecuali jika kedua kabel sirkuit sudah tidak terhubung ke jaringan tegangan tinggi. Dioda Dc juga tidak panas jika diberi beban 200 watt.

F = fuse, sekring, disesuaikan dengan daya lampu (ampere = daya : tegangan), jika menggunakan lampu 200 watt, maka arusnya yang melalui sekring adalah 200 : 220 = 0.9 ampere, bisa menggunakan sekring 1 atau 2 ampere. Sekring bisa sedikit lebih besar dari hasil perhitungan arus, karena pada saat lampu mulai menyala arus yang ditarik lampu lebih besar dari saat lampu sudah menyala stabil. Tapi jika memasang sekring yang terlalu besar maka tidak melindungi rangkaian.

Rangkaian juga dapat dimodifikasi agar menggunakan gelombang penuh sebagaimana skema dibawah.


Untuk pemula sebaiknya tidak menerapkan rangkaian gelombang penuh ini, Karena jika tersengat listrik akan sangat berbahaya. Sangat kecil kesempatan bagi gerakan leks tubuh untuk menarik anggota badan yang tersengat listrik. Pada rangkaian setengah gelombang, ada jeda waktu dimana tidak ada tegangan tinggi, sehingga memberi kesempatan bagi leks tubuh untuk menarik anggota badan yang tersengat listrik.

Terlihat pada rangkaian gelombang penuh, dioda Dc diganti dengan 4 buah dioda membentuk jembatan. Rangkaian pada SCR mirip dengan rangkaian setengah gelombang. Perhatikan titik IN dan OUT untuk menyambung rangkaian SCR dengan jembatan dioda. Demi amannya, resistor R dan zener Dz1  diganti dengan daya 2 watt. Periksa jika SCR panas maka perlu diberi pendingin. Frekuensi kedipan dapat berubah, sehingga kondensor C harus sedikit diperbesar agar sesuai dengan frekuensi yang diinginkan.

Saya sendiri lebih menyukai rangkaian setengah gelombang. Karena lebih sederhana, aman, dan membuat lampu tampak bergetar sangat menyala, sebagai efek dari hanya setengah gelombang dari tegangan tinggi yang dimanfaatkan.



Like the Post? Do share with your Friends.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IconIconIconFollow Me on Pinterest